BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Daphnia sp. adalah salah satu spesies dari Crustacea berupa plankton. Hewan ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan di kolam. Tubuhnya transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan bawah. Daphnia selalu ditemukan di tempat hidupnya dalam posisi kepala di atas. Kepala terbentuk sebagai persatuan segmen-segmen, kadang-kadang bersatu dengan dada membentuk cephalotoraks.
Daphnia ini merupakan hewan poikiloterm, yaitu suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Jantung Daphnia sp. meruapakan struktur globular kecil dibagian anterodorsal tubuh. Kecepatan denyut jantungnya dipengaruhi beberapa faktor antara lain aktivitas, ukuran dan umur, cahaya, temperatur (suhu), Obat-obat (senyawa kimia). Suhu mempengaruhi proses fisiologi organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Suhu tubuh yang konstan sangat dibutuhkan oleh hewan karena perubahan suhu dapat mempengaruhi konformasi protein dan aktivitas enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, reaksi dalam sel juga akan terganggu. Oleh karena itu, dilakukan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan denyut jantung Daphnia sp.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia?
2. Bagaimanakah frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia?
3. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia
2. Mengidentifikasi frekuensi denyut jantung dan pengaruh suhu terhadap denyut jantung Daphnia
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Daphnia sp. termasuk dalam golongan udang-udangan, namun dalam proses perkembangan belum lebih jauh. Lapisan luar mengalami molting atau ecdisis sebanyak 17 kali. Mulut Daphnia sp. terdiri dari satu labrum, satu pasang mandibula, satu buah labium (Radiopoetro, 1977). Menurut Djarijah (1995) mengatakan bahwa Daphnia sp. merupakan organisme yang termasuk keluarga besar phyllum Arthropoda, kelas Crustacea. Ciri khas organisme tersebut adalah bentuknya gepeng ke samping (memampat ke samping) dan beruas-ruas (Djarijah, 1995).
Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut. Menurut Pennak (1853) mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan dewasa. Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 220 – 310º C dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995).
Organisme ini dikenal oleh masyarakat pada umumnya disebut sebagai kutu air, namun sebenarnya organisme ini termasuk dalam zooplankton. Menurut Barness (1966) menyatakan bahwa denyut jantung Daphnia sp. pada keadaan normal sebanyak 120 denyut per menit. Pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp. ini dapat berubah-ubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat densitas populasi rendah, pada saat betina mengerami telur. Padawaktu temperatur turun maka laju metabolisme turun dan menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. Menurut Waterman (1960) pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp.
Daphnia termasuk filum Arthropoda atau hawan beruas-ruas. Mempunyai tubuh yang bersegmen yang terbungkus dalam suatu eksoskeleton (rangka luar) bersegmen yang kuat terdiri terutama atas kitin, suatu polimer dari N-Asetiglukoamin (NAG). Daphnia termasuk subfilum mandibulata yang memiliki mandibula yaitu sepasang bagian mulut yang digunakan untuk makan dan mempunyai antenna. Subfilum ini dibagi dalam empat kelas yaitu Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, dan Insekta.
Daphniasendiri termasuk dalam kelas Crustaceae berupa plankton yang memiliki ciri-ciri kaliserata, kepala dan thoraks yang melebur menjadi cephalothoraks. Daphnia bernapas dengan insang.
Hewan ini hidup di air tawar dan mudah ditemukan dikolam. Tubuhnya transparan dan tidak berwarna, apabila air sebagai tempat hidupnya teraerasi dengan baik. Alat gerak utamanya adalah antena yang mengatur gerakan ke atas dan ke bawah. Daphnia selalu ditemukan ditempat hidupnya dengan posisi kepala diatas. Jantung Daphnia merupakanstruktur globular anterodorsal badan. Kecepatan denyut jantunya dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu lingkungan. Suhu mempengaruhi proses fisiologis organisme termasuk frekuensi denyut jantung. Penaikan ataupun penurunan tersebut dapat mencapai dua kali aktivitas normal. Perubahan aktivitas akibat pengaruh suhu. Aktivitas akan naik seiring dengan naiknya suhu sampai pada titik dimana terjadi kerusakan jaringan, kemudian diikuti aktivitas yang menurun dan akhirnya terjadi kematian. Pada suhu sekitar 10oC dibawah atau diatas suhu normal suatu jasad hidup dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas jasad hidup tersebut kurang lebih dua kali pada suhu normalnya, sedangkan perubahan suhu yang tiba-tiba akan mengakibatkan terjadinya kejutan atau shock biasanya dikaitkan dengan koefisien aktivitas.
Jantung berupa kantong berbentuk pelana terletak di dalam thoraks sebelah dorsal ditengah-tengah. Ini dianggap sebagai suatu peleburan pembuluh sebelah dorsal serupa cacing tanah. Jantung terikat pada dinding-dinding Sinus pericardii dengan perantara sejumlah ligamenta. Tiga pasang lubang yang dilengkapi dengan valva disebut ostia (bentuk tunggal ostium) yang memungkinkan darah masuk kembali dari sinus yang melingkunginya.
Ujung anterior jantung mempercabangkan lima buah arteriae, ialah :
1. Anteria ophthalmica, terletak disebelah dorsal ditengah-tengah, berjalan kearah anterior disebelah dorsal ventriculus, mengalir darah untuk pars cardiaca ventriculi, esophagus dan kepala.
2. Dua buah anteriae terletak dikanan kiri anteria opthalmica dengan cabang-cabangnya menuju ke pars cardiaca ventriculi, antennae, alat-alat ekskresi, dan menuju otot-otot dan jaringan-jaringan lain didaerah kepala.
3. Dua buah arteriae hepaticae, langsung menuju kelenjar-kelenjar pencernaan.
Dari sisi ventral jantung keluar satu arteria yang berjalan ke arah posterior menuju daerah abdomen. Arteria ini dekat pangkalnya mempercabangkan arteria yang kemudian terbagi dua, satu berjalan ke arah anterior menuju ke daerah ventral abdomen dan extremitas pada abdomen.
Pemeliharaan suhu tubuh didalam suatu kisaran yang membuat sel-sel mampu berfungsi secara efisien. Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkansumber utama panas tubuhnya yaitu Eksotermik dan Endotermik. Eksotermik merupakan hewan yang memperoleh panas tubuh dari lingkungan. Hewan eksotermik meliputi sebagian besar invertebrata, ikan, amphibi, dan reptilia. Sedangkan endotermik adalah hewan yang mendapatkan sebagian panas tubuhnya yang berasal dari metabolisme tubuh nya sendiri. Hewan endotermik mempertahankan suhu lingkungan internal yang hampir konstan meskipun suhu sekelilingnya berfluktuasi.
Termoregulasi melibatkan penyesuaian fisiologis dan perilaku. Baik hewan eksotermik maupun endotermik mengatur suhu tubuhnya menggunakan beberapa kombinasi dari empat katagori umum adaptasi :
1. Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya.
2. Pendinginan melalui kehilangna panas evaporativ
3. Respon perilaku
4. Pengubahan laju produksi panas metabolik
Banyak hewan dapat menyesuaikan diri dengan kisaran baru suhu lingkungan dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu yang merupakan sesuatu respon fisiologis yang disebut aklimatisasi. Perubahan musiman merupaka satu konteks dimana penyesuaian fisiologis terhadap kisaran baru lingkungan menjadi penting. Penyesuaian fisiologis terhadap kisaran suhu baru eksternal terdiri dari banyak tahap. Hal ini bisa melibatkan dalam mekanisme yang mengontrol suatu hewan.
– Pengaruh suhu
Suhu merupakan salah satu pembatas penyerapan hewan dan menentukan aktivitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengna suhu linhkungan yang disebut dalam kelompok hewan poikilitermik. Poikilotermik berarti suhu berubah (labil) sesuai dengan perubahan suhu lingkungan. Jadi suhu tubuh hewan poikilotermik mengikuti atau bergantung pada suhu lingkungan.
Menghadapi fluktuasi suhu lingkungan hewan poikilotermik melakukan konformitas suhu (termokonformitas), suhu tubuhnya terfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungannya.Laju kehilangan panas pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu tubuhnya ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya dari pada suhu metabolisme internalnya. Dilihat dari ketergantungan terhadap suhu lingkungan. Hewan poikilotermik disebut juga sebagai hewan ektoterm.
Menghadapi suhu lingkunganya, hewan homeotermik melakukan regulasi suhu (termoregulasi), suhu tubuhnya konstan walaupun suhu lingkungannya berfluktuasi (sampai pada batas tertentu). Kehilangan panas lebih sedikit dibandingkan dengan laju produksi panas internalnya, sehingga suhu tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu internalnya.
Perubahan suhu memiliki pengaruh besar terhadap berbagai tahap proses fisiologi. Misalnya, pengaruh suhu terhadap konsumsi oksigen. Dalam batas-batas toleransi hewan, kecepatan konsumsi oksigen akan meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigennya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkunganya naik. Suatu metode untuk menghitung pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi adalah perkiraan Q10, yaitu peningkatan kecepatan proses yang disebabkan oleh peningkatan suhu 10oC. Q10 merupakan perbandingan antara laju reaksi (A) yang terjadi pada suhu (t + 10)oC dan laju reaksi (A) pada suhu t0 oC atau dapat dituliskan dengan rumus :
Q10 = A ( t + 10)oC
A ( t0)oC
Pada seekor hewan yang memiliki rentangan suhu toleransi luas, kecepatan konsumsi oksigenya akan meningkat dengan cepat begitu suhu lingkungannya naik. Bila pengaruh suhu terhadap kecepatan konsumsi oksigen ini digambarkan grafiknya, akan diperoleh kurva eksponensial.
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sedangkan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan mamalia.
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi (Swenson, 1997). Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Duke’s, 1985).
Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air (Swenson, 1997).
Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Guyton, 1987).
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi
Termoregulasi Sistem Pengaturan Panas)Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Poikiloterm,
2. Homeoterm.
Yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.
Jenis-jenis dan macam-macam adaftasi
1. Adaptasi Morfologi
Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan.
2. Adaptasi Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin.
3. Adaptasi Tingkah Laku
Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri.
Termoregulasi pada Manusia
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah.
Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Mausia menggunakan baju merupakan salah satu perilaku unik dalam termoregulasi
Metabolisme sangat sensitifterhadap perubahan suhu lingkungan internal seekor hewan misalnya laju resfirasi seluler meningkatseiring peningkatan suhu sampai titik tertentu dan kemudian menurun ketika suhu itu sudah cukup tinggi sehingga mulai mendenaturasi enzim sifat-sifat membran juga berubah denag perubahan suhu setip hewan mempunyai kiasan suhu yang optimum. Termoregulasi adalah pemeiharaan suhu tubuh didalam suatu kiasan yang membuat sel-sel mampu berfungssi secara efisien ada empat proses fisik yang bertanggung jawab atas peroehan panas dan kehiangan panas yaitu:
a. Konduksi yaitu peerpindahan langsung gerakan termal (panas) antara moekul-moekul lingkungan dengan moeku-moekupermukaan tubuh misalnya seekor hewan duduk dalam koam air dingin atau diatas batu yang panas panas akan selalu dihantarkan dari benda bersuhu ebih tinggi kebenda bersuhu ebih rendah.
b. Konveksi yaitu perpindahn pans melalui pergerakan udara atau cairan melewati permukaan tubuh seperti ketika tiupan angin turut menghilangkan panas dari permukaan tubuh hewan yang berkuit kering
c. Radiasi yaitu pancaran gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh semua benda yang ebih hangat dari suhu yang absolute noltermasuk tubuh hewan dan matahari contohnya hewan menyerap panas radiasi dari matahari
d. Evaporasi atau penguapan adalah kehilangan panas dari permukaan cairan yang hiang berupa moekulnya yang berubah menjadi gas evaporasi air dari seekor hewan member efek pendinginan yang signipikanpada permukaakn hewan itu. Konveksi dan evaporasi merupakan penyebab kehiangan panas yang paling berpariasi (CampbeReece,Micche:2004)
Hewan ektotrm sangat bergantung pada suhu diingkungan lainnya untuk meningkatkan suhu tubuh karena panas yng dihasilkan dari keseuruhan sistem metabolism hanya sedikit banyak cara yng dapat memperkecil masalah yang dihadapi oleh hewan ektoterm akuatik jumah air yang besar disekeliingnya memiiki suhu yang reatif stabil sebagai contoh hilangnya panas secara evaporasi dan perubahan panas akibat jiga sangat berkurang karena air adaah penyerrap radiasi sinar infra merah yang efektip. Ini bberarti bahwa suhu tubuh dari ektoterm akuatikadalah sama dengan suhu air dimana ia hidup, air juga merupakan penyerap panas yang sangat reatif. Pada ikan kehilangan panas hasil metabolisme yang utama adalah melalui insang sesuai dengan peruntukannya insang harus tipis dan dilengkapi jalinan pembuluh darah agar memenuhi sarat sebagai pertukaran udara kondisi ini memungkinkan terjadinya kehiangan panas dari darah sewaktu melewati insang (darmaji Goenarso;2005)
Trermoreguasi meibatkan penyesuaian pisioogis dan periaku ektodermik dan endodermik, laju pertukaran panasnya dengan ingkungan eksternalnya dengan cara pendinginan melalui araporasi dan melalui dan mealui respon periaku burung dan mamaia dapat mengubah aju produksi panas metaboik insuasi, vasolidatasi dan penukar panas awan arus meng mengubah laju pertukaran panas mengeluarkan lidah berkeringant dan mandi berendam meningkatkan penguapan, sebagian besar hewan serangga dan hewan atau ikan membangkitkan panas metabolic melalui petukaran panas awan arus, beberapa invertebrate, amphibian dan reptilia mempertahankan suhu internal yang dapat ditoleris melalui penyesuaian periaku. Mekanisme termoreguasi pada mamalia dan burung meliputi termogenenesis mengigil dan tak mengigil, insulasi oeh emak ranmbut atau bulu, torpor menghemat energi selama kondisi lingkungan yang eekstrim, torpor meliputi penurunan laju metabolisme denyut jantung dan laju pernapasan serta membuat hewan tersebut mampu untuk smentara menahan suhu yang tidak sesuai atau kekurangan makanan dari air (Compbe.Reece,Michell:2004)
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Jenis penelitian
Pada percobaan jantung Daphnia termasuk penelitian eksperimental, karena dalam percobaan ini membandingkan kerja jantung Daphnia dalam berbagai macam kondisi atau suhu.
B. Variabel penelitian
1. Variabel kontrol : Jenis Daphnia
2. Variabel manipulasi : Suhu
3. Variabel Respon :Frekuensi denyut jantung Daphnia
C. Metode percobaan
1. Alat dan bahan :
• Alat :
1) Mikroskop
2) Gelas obyek
3) Gelas piala
4) Gelas arloji
5) Pipet tetes
6) Termometer
• Bahan :
1) Daphnia
2) Air biasa
3) Es batu
4) Air hangat
2. Langkah kerja :
a. Menyiapkan kultur Daphnia pada suhu awal (10 ºC, 15ºC, 20ºC, 25ºC). Meletakkan Daphnia pada gelas arloji yang berada pada suhu yang telah ditentukan (Daphnia diletakkan di atas es batu atau air dengan suhu yang dikehendaki).
b. Memindahkan secara hati-hati seekor Daphnia pada gelas obyek yang cekung atau gelas arloji lain dengan menggunakan pipet kemudian melihat di bawah mikroskop. Daphnia bisa juga diletakkan di atas gelas obyek datar.
c. Menambahkan air secukupnya agar tidak kekeringan. Jangan menambahkan air terlalu banyak, karena Daphnia akan mudah bergerak dan sulit diatur posisinya. Mengatur letak Daphnia dengan posisi tubuh miring hingga jantungnya tampak jelas dan mudah diikuti denyutnya. Apabila menggunakan gelas arloji atau gelas obyek datar tidak perlu ditutup dengan kaca penutup.
d. Setelah tampak denyut jantung Daphnia. Menghitung jumlah denyut jantung setiap 15 detik (dengan menggunakan jarum penunjuk detik pada arloji). Membuat tiga kali pengukuran dan dirata-rata hasilnya. Pada setiap kali pengukuran suhu harus tetap pada suhu yang dikehendaki. Jika perlu setiap selesai satu kali pengukuran Daphnia dikembalikan pada air dengan suhu yang telah ditentukan, karena lampu mikroskop dapat dengan cepat menaikkan suhu obyek pada meja obyek.
e. Selanjutnya memindahkan Daphnia ke tempat baru (10 ºC lebih tinggi dari suhu awal).
f. Mengukur denyut jantung Daphnia pada suhu yang baru. Melakukan pengukuran seperti cara / langkah pada urutan d.
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
A. Data
Tabel Pengaruh Suhu Terhadap Denyut Jantung Daphnia Sp.
Suhu awal (oc) Denyut jantung Suhu akhir (oc) Denyut jantung Q10
10º C 34 20 º C 42 Q10 = 42
35
= 1,20
36 42
35 42
Rata-rata 35 Rata-rata 42
15 º C 36 25 º C 43 Q10 = 44
36
= 1,22
36 44
35 44
Rata-rata 36 Rata-rata 44
20 º C 38 30 º C 45 Q10 = 46
38
= 1,21
38 47
38 46
Rata-rata 38 Rata-rata 46
25 º C 38 35 º C 52 Q10 = 51
39
= 1,30
39 50
39 51
Rata-rata 39 Rata-rata 51
B. Grafik
Grafik Pengaruh Suhu Terhadap frekwensi Denyut Jantung Daphnia sp
C. Analisis
Berdasarkan data dan grafik hasil percobaan yang telah kami peroleh ternyata suhu mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Hal ini terbukti pada hasil percobaan yaitu pada suhu awal 10oC rata-rata denyut jantung adalah 35 kali dimana dilakukan 3 kali pengukuran dengan frekwensi 2,33 Hz. Pada percobaan berikutnya yaitu suhu 15oC, 20oC, dan 25oC yang dilakukan 3 kali pengukuran juga terjadi kenaikan suhu dengan rata-rata denyut jantung masing-masing suhu sebagai berikut 36 kali, 38 kali dan 39 kali.
Pengaruh suhu terhadap rata-rata denyut jantung juga terlihat pada perubahan suhu kultur dari suhu awal yang diubah menjadi suhu akhir yakni 10oC menjadi 20oC, 15oC menjadi 25oC, 20oC menjadi 30oC dan 25oC menjadi 35oC. Rata-rata denyut jantung tidak hanya kenaikan pada suhu awal namun pada suhu akhir juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatkan suhu yang masing-masing besarnya adalah 42; 44; 46 dan 51kali.
Setelah diperoleh rata-rata denyut jantung pada suhu awal dan suhu akhir kemudian melakukan perhitungan akhir untuk menentukan koefisien kecapatan denyut jantung pada (Q10) yaitu dengan membagi suhu akhir dengan suhu awal. Dari perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil pada suhu 10oC - 20 oC; suhu 15oC - 25oC; suhu 20oC - 30oC; dan suhu 25oC - 35oC masing-masing sebesar 1,20; 1,22; 1,21; dan 1,3. Ini menunjukkan bahwa pada suhu dingin atau rendah kecepatan denyut jantung Daphnia sp lebih lambat dari pada saat suhu tinggi.
Denyut jantung Daphnia pada suhu awal 20oC dengan suhu akhir yang sama 20o C menunjukkan jumlah denyut jantung yang berbeda. Yaitu 38 dengan 42 denyutan per 15 detik. Begitu pula dengan suhu 25o awal dengan 25o akhir, yaitu 39 dengan 44 denyutan per 15 detik.
D. Pembahasan
Dari analisis data dan grafik di atas terlihat bahwa respon denyut jantung Daphnia mengalami peningkatan frekuensi denyut jantung dari suhu lingkungan rendah menuju ke suhu lingkungan tinggi. Respon denyut jantung Daphnia yang demikian terjadi karena Daphnia merupakan hewan poikiloterm dapat juga disebut ektoterm karena suhu tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal yaitu jika suhu lingkungan berubah maka suhu tubuh pada daphnia juga berubah seiring dengan suhu lingkungan, hal ini dipergunakan daphnia untuk menyesuaikan diri agar metabolism dalam tubuh tetap berjalan dan dapat bertahan hidup.
Sehubungan bahwa daphnia merupakan hewan poikiloterm atau/ ektoterm, maka pada suhu yang semakin meningkat, dapnia juga akan melakukan adaptasi morfologis yang serupa dengan hewan ektoterm pada umumnya yaitu dengan mempertinggi konduktan dan mempercepat aliran darah agar panas mudah terlepas dari tubuh, karena afinitas hemoglobin dalam mengikat oksigen turun. Mekanisme adaptasi fisiologi ini juga mempengaruhi peningkatan frekuensi denyut jantung pada daphnia. Hewan ini dapat memperoleh energi panas dari lingkungan.energi inilah yang digunakan untuk melangsungkan metabolisme.
Daphnia mempunyai jantung dibagian anterodorsal dengan struktur globular kecil yang kecepatan denyut jantungnya dipengaruhi oleh suhu. Sehingga suhu tubuh yang semakin tinggi akan mengakibatkan molekul-molekul memiliki energi kinetik yang semakin tinggi, oleh karena energi kinetik semakin besar dan kemungkinan terjadi tumbukan antara molekul yang satu dengan yang lain semakin besar, hal ini akan berakibat pada proses meningkatnya frekuensi denyut jantung. Selain itu kenaikan suhu juga berpengaruh pada metabolisme Daphnia sp. Yakni semakin tinggi suhu maka metabolisme akan seakin meningkat, sehingga dapat meningkatkan detak jantung.
Sebenarnya hal ini terjadi pada batas tertentu saja. Ini terkait dengan enzim yan merupakan pengatur metabolisme dalam tubuh, yang mempunyai suhu optimum dalam kerjanya. Apabila suhu lingkungan atau suhu tubuh meningkat drastis, maka enzim-enzim yang bekerja mengalami denaturalisasi sehingga tidak dapat mengerjakan fungsinya, begitu juga ketika suhu lingkungan menurun drastis maka enzim-enzim tidak dapat bekerja dengan baik. Pada praktikum kami suhu yang diberikan masih di atas suhu minimum dan belum melewati suhu maksimum sehingga denyut jantung tetap meningkat dan tidak mengganggu kerja metabolisme.
Begitu juga ketika Daphnia dikejutkan (shocking) dengan penambahan suhu 10oC lebih tinggi dari suhu awal, maka secara fisiologis Daphnia akan berusaha beradaptasi dengan lingkungan bersuhu tinggi tersebut melalui peningkatan metabolisme tubuh, sehingga akan meningkatkan denyut jantung Daphnia. Oleh karena itu, hasil praktikum kami dari Daphnia yang di shocking ditunjukan dengan bentuk grafik yang meningkat dan terlihat juga garis denyut jantung yang dishocking berada di atas denyut jantung tanpa shocking.
Sebenarnya selain suhu, kecepatan denyut jantung Daphnia juga dipengaruhi oleh umur dan ukuran tubuh Daphnia itu sendiri. Menurut Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa, baik itu pada suhu atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut. Menurut Pennak (1853) mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan dewasa. Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 220 – 3100C dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari (Djarijah, 1995).
Dilihat dari struktur daphnia memiliki ukuran tubuh yang amat kecil, sehingga pada daphnia memiliki luas permukaan yang luas sehingga dalam pelepasan panas dia lebih tidak efisien, sedang pada dasarnya denyut jantung juga dipengaruhi oleh suhu dan suhu dapat diserap dan dilepas oleh tubuh, maka jika terjadi perubahan suhu pada lingkungan mengakibatkan dapnia beradaptasi yang membuat aktivitas denyut jantung semakin cepat. Apabila suhu semakin meningkat metabolisme dalam tubuh akan terpicu dikarenakan pula oleh kerja enzim dalam metabolisme.
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data hasil percobaan yang telah kami lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Makin tinggi suhu, maka makin cepat aktivitas atau frekuensi denyut jantung Daphnia Sp.
2. Kenaikan suhu 10oC dibawah atau diatas suhu normal dapat mengakibatkan penurunan atau kenaikan aktivitas Daphnia Sp. Menjadi satu kali pada suhu normal Daphnia Sp.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses pada tanggal 20 November 2009
http://anwarulah.blogspot.com/2009/10/termoregulasi.html
http://alfanisti.blogspot.com/2009/06/kualitas-air-taman-nasional-alas-purwo.html
http://muslikhin.blogspot.com/
http://adenurodin.blogspot.com/
http://windanurdiani.blogspot.com/
(http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/)
(http://feylana.wordpress.com/2008/06/21/termoregulasi/)
(http://sakura.890m.com/TUGAS_02/index5-1.html)
(http://firebiology07.wordpress.com/2009/04/21/termoregulasi-pengaturan-suhu-tubuh/)
Senin, 07 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar